Soal Tarif RDT, Khairul: Aturan Ini Berdasarkan Gugus Tugas Nasional dan Permenkes

Wali Kota Tarakan dr Khairul saat diwawancarai wartawan (Foto: Mansyur/Kayantara.com)

KAYANTARA.COM, TARAKAN – Wali Kota Tarakan dr Khairul mengatakan pemberlakuan tarif rapid dignostic test (RDT) sebesar Rp 1 juta yang dibebankan kepada setiap calon penumpang transportasi laut maupun udara per 8 Juni nanti, berdasarkan peraturan Satgas Gugus Tugas Nasional, Menteri Kesehatan dan peraturan Menteri Perhubungan.

“Pembatasan jadwal penerbangan mengacu Permenhub dan Permenkes tentang protokol kesehatan. Jadi RDT dan PCR itu bukan persyaratan yang dikeluarkan atau diatur oleh pemkot,” tegas Khairul kepada awak media, Jumat (5/6/2020).

Mengenai tarif RDT yang terbilang cukup tinggi, mantan Sekretaris Daerah Tarakan ini mengakui bahwa pemkot tak memiliki anggaran yang cukup untuk bisa mengcover kebutuhan warga yang hendak berpergian ke luar Tarakan.

“Kalau dibebankan ke pemerintah, pemerintah tidak akan sanggup. Karena tidak ada biaya untuk membiayai itu. Sehingga masih perlu kita disukiskan lagi dengan para pelaku regulator dan pihak terkait di tengah keterbatasan anggaran terkait protokol kesehatan Covid-19 ini,” terang Wali Kota.
Sehingga orang nomor satu di Bumi Paguntaka ini menyarankan agar masyarakat Tarakan menahan diri untuk tidak melakukan perjalanan ke luar daerah jika memang tidak penting dan kondisi keuangan tak mengizinkan.

“Beberapa daerah sudah membuat kebijakan jangan pakai RDT tapi PCR. Memang standarnya PCR, tapi apakah sanggup. Jadi intinya kita hanya menjalankan saja sesuai aturan dari pemerintah pusat. Kalau dicabut ya kami akan mencabutnya juga,” bebernya.

Tapi sayangnya, Khairul belum dapat merincinkan biaya RDT yang dipatok seharga Rp 1 juta tersebut maupun jenis RDT yang dilakukan di empat rumah sakit di Kota Tarakan buat apa saja.

“RDT sebesar Rp 1 juta buat mereka (calon penumpang) itu beli sendiri, tidak boleh ada RDT bantuan dari pemerintah. Artinya itu untuk keperluan pribadi kalau dia mau berangkat,” ujarnya. “Kita semua ini mau bebas tapi protokol kesehatan tetap dijalankan dan RDT dibebankan ke masing-masing calon penumpang. Tapi masalahnya kita dihadapi tiga persoalan, pertama pandemi, kedua kondisi ekonomi dan ketiga keterbatasan anggaran,” demikian mantan Kepala Dinas Kesehatan Tarakan ini. (sur)

1 KOMENTAR

  1. Jika memang benar itu adalah aturan gugus tugas nasional, mengapa di daerah lain besaran harganya berbeda” bahkan ada yg menggeratiskan. Jika memang telah di atur dsn di tetapkan kebijakan seperti itu, bisa lebih di perjelas payung hukum nya, di daerah lain tidak sampai 1jt harganya pak.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here