PLN Tarakan Diberi Waktu 10 Hari untuk Mengkroscek Tingginya Tagihan Tarif Listrik

Dialog publik tentang tarif dan rekening listrik oleh FKKRT Tarakan yang dihadiri perwakilan Ombudsman Kaltara dan masyarakat di ruang pertemuan PLN UP3 Tarakan, pagi tadi. (Foto: Mansyur/Kayantara.com)

KAYANTARA.COM, TARAKAN – Keluhan masyarakat Tarakan terkait melonjaknya tagihan rekening listrik dalam empat dan tiga bulan terakhir yang disampaikan melalui Forum Komunikasi Ketua RT (FKKRT) telah dibahas bersama di Kantor PLN UP3 Tarakan, Rabu (17/6/2020).

Pertemuan yang bertajuk Dialog Publik Tentang Tarif dan Rekening Listrik ini juga dihadiri oleh perwakilan Ombudsman Kalimantan Utara (Kaltara) dan Aliansi Gerakan Pemuda (Garuda) Tarakan serta lainnya.

Dalam kesempatan itu, FKKRT membawa sejumlah bukti tingginya tagihan rekening listrik yang dikeluhkan warga maupun pengurus rumah ibadah sesuai  laporan yang diterima oleh forum ketua RT di Bumi Paguntaka ini.

“Kalau memang PLN itu sudah benar apa yang sudah dan akan dikerjakan patut diapresiasi, tapi ketika tidak benar kami menuntut apa yang menjadi hak kami. Jadi pertemuan ini belum final,” tegasnya usai rapat kepada wartawan.

Sehingga mereka meminta kepada PLN Tarakan untuk mengkroscek kembali data-data beberapa pelanggan yang dijadikan sample terkait pembengkakan tagihan rekening listrik di tengah pandemi Covid-19 sekarang ini.

“Kami minta ke PLN Tarakan untuk mengkroscek kembali data-data yang masuk ke kami apanya yang salah, apakah itu salah catat meterannya (KWH), atau keliru menginput data,” ucapnya.

Waktu yang diberikan kepada PLN Tarakan dalam melakukan kroscek data pelanggan tersebut hanya seminggu, paling lama 10 hari. “Kalau misalnya dalam tenggang waktu itu tidak ada komitmen dari PLN yang konkrit, maka kami akan turun lebih banyak lagi,” kata anggota DPRD Tarakan ini.

Menurut Makmur, PLN seharusnya berinisiatif turun ke lapangan saat ada keluhan yang terjadi pada pelanggan. Hal ini dimaksudkan agar perusahaan plat merah tersebut tidak beranda-andai atas persoalan yang timbul belakangan ini.

“Seharusnya begitu ada keluhan dia harus proses dan ke lapangan, jangan berandai-andai, karena ini bukan penyakit,” cetusnya.  “Kami ke sini berpatokan pada Undang-undang nomor 30 tahun 2009 pasal 1 yang menyebutkan bahwa konsumen PLN berhak punyak hak mengajukan rasa ketidaknyamanan ke PLN,” sambungnya. “Jadi intinya kami menuntut PLN untuk bekerja professional,” demikian Makmur. (sur)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here