UDIN

Catatanl H. Rachmat Rolau (Ketua DK- PWI Kaltara)

UDIN.  Ini bukan nama panggilan. Semisal: Buharuddin dipanggil Udin. Atau Syarifuddin yang biasa disapa Udin.  Itu nama asli. Dua ekor kambing dikurbankan untuk membai’at nama ini: Udin. Nama tersebut, pun telah daftar  di kantor catatan sipil.

Bagi mereka yang cuma dengar namanya, mungkin akan membayangkan, Udin tidak lebih dari seorang buruh. Atau tukang parkir atau tukang ojek. Bahkan mungkin ada yang berasumsi,  Udin hanyalah seorang anak kecil yang polos, sederhana yang tinggal di suatu dusun.

Maka benarlah kata William Shakespeare: what’s in a name? – apalah arti sebuah nama.  Nama yang mentereng belum tentu sehebat orangnya. Ada nama yang sederhana, dan terkesan udik, justru nama orang-orang sukses.  H. Udin Hianggio, BSc  di antaranya.  Putra Gorontalo yang sekolah dan mengawali kariernya di Makasaar itu, kini wakil gubernur Kalimantan Utara.

Beliau pernah menduduki sejumlah jabatan penting: Kapala Operasi PT Pelni di Balikpapan, Kepala PT Pelni Tarakan, Ketua DPRD Kota Tarakan, dan Walikota Tarakan. Garis tangannya termasuk baik. Jarang orang seperti itu. Mulusnya perjalanan karier Udin, juga ditunjang kebaikan-kebaiknnya.

Ia kawan saya yang saya kenal semasih di Balikpapan era tahun 90-an. Waktu itu Saya masih wartawan muda di sebuah media – anak perusahaan Jawa Pos Grup. Beliau lalu pindah ke Tarakan sebagai Kepala  Pelni. Tahun 1994, saya pun dipindah ke Tarakan, oleh perusahaan. Kami ketemu lagi.

Tahun 1996, saya dan beliau naik haji. Satu kloter. Juga satu pondok. Inilah yang membuat hubungan saya dengan beliau tidak sekadar teman, tetapi juga layaknya saudara. Orangnya sederhana. Idola rakyat. Meski sejumlah jabatan penting telah direngkuh, Udin tetaplah Udin. Tidak berubah. Tidak sombong. Acara sekecil apa pun jika di undang pasti datang.

Karakternya yang merakyat itu membuatnya sangat popular di mata masyarakat Kalimantan Utara, khususnya Kota Tarakan. Ia polikus sarat pengalaman. Disegani lawan-lawan  politiknya. Apalagi menantangnya di arena terbuka pemilihan gubernur. Ia sosok yang belum pernah kalah dalam pilkada yang diikutinya.

Satu langkah lagi Udin akan berada di puncak karier: Gubernur Kaltara.  Karena itu, beberapa bulan terakhir, beliau  sibuk bolak-balik Tarakan – Jakarta sekadar mencari ‘perahu’ yang akan mengantarnya dalam kompetisi pemilihan gubernur Kaltara 2020-2024.

Namun,  langkahnya terhenti justru menjelang finis. Ke gagalan Udin dalam pilkada gubernur tentu saja  memantik berbagai spekulasi. Di antaranya, Udin dan pasangannya Drs Indrajit – Kapolda Kaltara, itu  gagal mendapatkan rekomendasi dukungan partai lantaran persoalan finansial.  Namun spekulasi gres di media sosial, justru pada pasangan Udin  yang tiba-tiba mundur.    

Jika Udin dan Indrajit gagal maju lantaran faktor keuangan, saya maklumi. Saya tahu Udin tidak banyak uang. Tapi ia punya massa yang luar biasa. Udin sangat popular di kalangan akar rumput – kantong suara terbanyak.  Rakyat jelita sampai rakyat jelata mengenal beliau.

Namun, jika kegagalan itu dipicu  mundurnya Indrajit, ini yang disesalkan banyak pihak. Udin memang selalu mengedepankan adab dalam berpolitik. Mendahulukan kejujuran  dalam politik, dan menomor satukan konsistensi berpolitik.

Tapi ketika adab, kejujuran, dan konsistensi jadi ruh politik, maka konsekwensinya adalah kekecewaan.  Sebab, karakter politik itu sangat dinamis. Sir Thomas More dalam bukunya: Utopia mengatakan, “sistem politik yang sempurna itu hanya sebuah khayalan, dan tidak akan pernah jadi kenyataan”. (*)

Iklan



LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here