Rakor Komite II DPD RI-Kemendag: PSBB Tak Mampu Tingkatkan Gairah Perekonomian

Wakil Ketua Komite II DPD RI Hasan Basri saat mengikuti rapat koordinasi dengan Kementerian Perdagangan.

KAYANTARA.COM, JAKARTA – Pandemi Covid-19 telah berlangsung selama dua kuartal dan telah menimbulkan guncangan ekonomi yang mengarah pada resesi global.

Kebijakan melakukan transisi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diterapkan di beberapa wilayah sebagai upaya meningkatkan gairah perekonomian. Namun tetap berupaya untuk menekan penyebaran Covid-19 belum berhasil.

Angka pasien positif Covid-19 terus melaju kencang seiring dengan munculnya kluster penyebaran Covid-19 baru seperti di gedung perkantoran. Namun demikian, perekonomian Indonesia sejak diterapkannya transisi PSBB tersebut masih belum terselamatkan.

Demikian terungkap dalam rapat koordinasi (rakor) Komite II DPD RI dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag) terkait Inovasi Mendorong Komoditas Ekspor dan Impor di Masa Pandemi Covid-19 dan Kebijakan Pemerintah Menjaga Stabilitas Harga Komoditas Kebutuhan Bahan Pokok,  Senin (21/9/2020)

“Hal ini terbukti dari menurunnya pertumbuhan ekonomi (Q-to-Q) dari Triwulan I-2020 sebesar -2,41% menjadi -4,19 di Triwulan II-2020,” kata Ketua Komite II DPD RI, Yorrys Raweyai, melalui siaran persnya.

Secara Q-to-Q, lanjut dia, sektor perdagangan mengalami kontraksi hingga -6,71% pada Triwulan II-2020. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), kontraksi tersebut didukung oleh penurunan penjualan mobil dan sepeda motor selama pandemi Covid-19 serta banyaknya penutupan gerai penjualan selama pemberlakuan PSBB yang menyebabkan penurunan omzet perdagangan ritel.

Selain itu, Wakil Ketua Komite II DPD RI Hasan Basri menambahkan, ekspor Indonesia anjlok pada angka -12,81% dan penurunan impor hingga -14,16% pada Triwulan II-2020 (Q-to-Q).

Dikatakannya, kontraksi pada ekspor barang dan jasa disebabkan karena beberapa hak yakni ekspor nonmigas yang mengalami penurunan seiring penurunan nilai dan volume komoditas utama.

Seperti permintaan BBM dan penggunaan mesin/ peralatan listrik; ekspor jasa mengalami penurunan sejalan dengan penurunan jumlah wisatawan mancanegara yang masuk ke Indonesia. Serta sebagian besar mitra dagang Indonesia juga mengalami kontraksi perekonomian kecuali Tiongkok.

“Dari sisi impor, kontraksi disebabkan karena penurunan permintaan atau penggunaan mesin-mesin/ pesawat mekanik, mesin atau peralatan listrik; plastik dan barang dari plastik, serta besi dan baja. Impor jasa juga mengalami penurunan seiring menurunnya jasa angkutan untuk ekspor impor barang,” ungkapnya.

Meski demikian, sektor perdagangan Indonesia masih dapat ditolong melalui konsumsi rumah tangga (RT). Namun konsumsi RT juga mengalami penurunan hingga -6,51% pada triwulan II-2020 (Q-to-Q).

“Oleh karena itu, diperlukan kebijakan Pemerintah dari sisi supply dan demand untuk menunjang konsumsi RT. Pemerintah dapat memberikan Bantuan Langsung Tunai (BLT) untuk mendorong konsumsi masyarakat, di sisi lain, pemerintah harus mampu menjaga stabilitas harga komoditas kebutuhan bahan pokok di pasaran,” paparnya. (sur)

Iklan



LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here