Begini Tanggapan FM Soal Anggaran KONI dan Turunnya Prestasi Kaltara di PON Papua

Fajar Mentari

KAYANTARA.COM, TARAKAN – Menurunnya prestasi atlet Kalimantan Utara (Kaltara) pada PON XX di Papua jika dibanding PON XIX Jawa Barat 2016 lalu, mengundang kekecewaan netizen di media sosial.

Bahkan sekaligus menjadi pertanyaan terhadap anggaran yang dikelola oleh KONI Kaltara karena tidak berbanding lurus dengan hasil yang dicapai.

Kondisi ini menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat Kaltara. Salah satunya Fajar Mentari. Ia menilai hasil yang diraih tersebut sebagai fenomena yang lumrah.

“Kita jangan hanya melihat dari satu sisi, tetapi kita juga harus bijak dan cermat mengintip sisi-sisi lainnya tentang faktor-faktor X apa saja yang menjadi alasan mengapa prestasi atlet kita itu menurun,” ujar Ketua Lembaga Nasional Pemantau dan Pemberdayaan Aset Negara Provinsi Kaltara ini.

“Saya sudah komunikasi langsung dengan ketua KONI Kaltara via udara, mempertanyakan soal anggaran yang dikelolanya. Beliau dilantik sebagai ketua KONI itu kan pada Februari 2019, dan Pra PON juga dilaksanakan di 2019,” tutur pria yang akrab disapa FM ini.

“Baru dilantik, beliau langsung disambut tantangan harus menghadapi Pra PON. Artinya bahwa akan ada biaya besar yang harus digunakan untuk menghadapi Pra PON saat itu. Beliau mengaku bahwa anggaran pertama yang diterimanya itu sebesar Rp 1 miliar, lalu menyusul APBD-P nya itu Rp 6 miliar,” lanjutnya.

Dikatakan FM, bahwa untuk mengasah kemampuan atlet kita dalam hal pelatihan dan pembinaannya tentu membutuhkan anggaran yang tidak kecil. Sementara kas KONI saat itu anggap saja mengalami kekosongan pasca menghadapi Pra PON.

Sambung FM lagi, mestinya PON XX itu diselenggarakan di 2020. Namun karena kondisi Covid sehingga diundur ke 2021.

“Jadi selama itu KONI tidak memiliki anggaran untuk pembinaan, pelatihan, dan lainnya. Harusya ada uang kas untuk pembinaan dan pelatihan jauh hari sebelumnya,” ungkapnya.

“KONI baru punya uang kas itu baru-baru saja sejak pemerintahan Gubernur Zainal A. Paliwang. Jika ada anggapan anggarannya kebesaran, tentu itu demi menggenjot ketinggalan para atlet kita, dengan harapan pulang bertarung bawa prestasi,” tambah FM.

“Jadi kalau ada tuntutan anggaran yang digunakan harus berbanding lurus dengan hasil, maka kalau konteksnya uang menjadi ukuran menang, saya cuma mau bilang bahwa berapa banyak calon legislatif yang menghamburkan uang pada saat pemilihan legislatif, tapi buktinya lebih banyak dari mereka yang kalah daripada yang menang duduk di kursi parlemen,” imbuhnya.

Adapun gubernur menargetkan kepada kontingen PON XX untuk membawa pulang 6 medali emas.

“Target peroleh 6 medali emas seperti yang disebutkan pak gubernur, itu kan hanya ekspektasi untuk meraih prestasi. Wajar dong pak gubernur berharap demikian, karena sebelumnya Kaltara mampu meraih 3 medali emas dan 3 medali perunggu, sehingga menjadi lucu dan konyol jika ekspektasinya lebih kecil dari sebelumnya,” ujarnya.

“Menang adalah tujuan, tetapi kalah bukan pilihan. Toh kenyataannya kita juga tidak benar-benar kalah, setidaknya kita masih mampu membawa pulang medali emas dan perunggu, meski kita belum sampai pada ekspektasi,” imbuh FM.

FM mengajak publik untuk lebih bijak dalam menjaga perasaan para atlet kita, dan selalu saling menguatkan. Ini bukan tentang menang atau kalah, tetapi lebih kepada tentang bagaimana memaknai perasaan. Orang yang kuat bukan mereka yang selalu menang. Melainkan mereka yang tetap tegar ketika mereka jatuh.

“Kalau hasil itu harus sesuai dengan harapan penonton, itu namanya egois. Tidak usah ada yang pergi bertanding kalau kita maunya hanya menang tanpa siap untuk kalah. Jika anda takut kalah, itu sama artinya anda tidak berani untuk menang,” jelasnya.

Lebih lanjut dijelaskannya, kita jangan jadi penonton yang selalunya mau menang sendiri. Jika kita ingin menang, maka milikilah sikap sebagai pemenang. Kita tidak perlu menjadi juara untuk menang, kita hanya perlu bermain dengan menjadi diri kita sendiri sehingga kita menang.

“Kalau atlet kita kalah, bukan lalu bermakna atlet kita tidak hebat. Itu mungkin hanya karena kebetulan ada yang lebih hebat. Memangnya orang hebat harus menang terus?,” tanyanya.

Lanjut dikatakan FM, kalau penonton bisa fair dan jujur pada dirinya sendiri, maka tentu ia akan lebih bijak menyadari dan sportif mengakui bahwa masih ada langit di atas langit.

“Menang bukanlah segalanya. Yang terpenting adalah usaha untuk menang. Dan para atlet kita juga sudah berusaha. Yang penting bukan soal apakah kita menang atau kalah, toh Tuhan tidak mewajibkan manusia untuk menang sehingga kalah pun bukan dosa. Yang penting adalah apakah seseorang itu berjuang atau tidak berjuang,” tutupnya. (ck)

Iklan



LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here