KAYANTARA.COM, TARAKAN – Keinginan Gubernur Kalimantan Utara Drs. H. Zainal Arifin Paliwang, SH, M.Hum untuk membubarkan Forum corporate social responsibility (CSR) dinilai langkah yang tepat.
Sebagai informasi, keinginan orang nomor satu di Kaltara itu disampaikan saat melakukan kunjungan kerja di beberapa pelosok desa di wilayah Kaltara. Salah satunya di Desa Apung Kecamatan Tanjung Selor Kabupaten Bulungan, belum lama ini.
Saat kunker di Desa Apung, Gubernur mendapati rumah warga yang tidak teraliri listrik. “Padahal, sumber listriknya ada di desa tersebut yang dibangun oleh perusahaan,” kata Sabirin Sanyong selaku pemerhati kebijakan kepada Kayantara.com, Kamis (2/3/2023).
Menurut Gubernur, ujar Sabirin, listrik yang dikelola oleh salah satu perusahaan tambang itu tidak menyentuh masyarakat.
Belum lagi, sumber listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) yang jaraknya dekat dengan pemukiman masyarakat.
Apalagi perusahaan tersebut sudah puluhan tahun melakukan eksploitasi SDA (Sumber Daya Alam) di tersebut. Kondisi ini menjadikan masyarakat menjadi penonton semata di kampungnya sendiri, forum CSR yang sudah terbentuk dan kegiatannya nol besar lantaran minim manfaat.
“Atas dasar inilah Gubernur meminta agar forum CSR dibubarkan. Keinginan tegas Gubernur membubarkan forum CSR yang minim manfaatnya bagi masyarakat merupakan langkah yang sangat tepat,” kata mantan anggota DPRD Tarakan ini.
“Langkah tepatnya bukan karena CSRnya yang dibubarkan, tetapi lebih kepada forum yang berfungsi menghimpun, mengelola dan menyalurkan CSR dari perusahaan-perusahaan tersebut yang akan dibubarkan,” lanjutnya.
Sabirin menambahkan, dalam ekonomi dikenal istilah eksternality. Eksternalitas adalah biaya-biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan yang bukan bagian dari faktor produksi.
Misalnya, kata dia, untuk menentukan harga jual satu bungkus rokok, tentu perusahaan melakukan indeksasi dan atau menghitung biaya produksi satu bungkus rokok; cukai, tembakau, filter, bungkus, kertas, tenaga kerja dan sebagainya. Sehingga ditemukan biaya produksi satu bungkus rokok sebesar Rp10 ribu.
Karena pabrik rokok tersebut berada di lingkungan masyarakat, maka perusahaan diwajibkan untuk melakukan pemberdayaan terhadap masyarakat di seputaran pabrik tersebut berada.
“Tentu biaya atau anggaran yang dialokasikan perusahaan untuk program pemberdayaan tersebut bukan bagian dari biaya produksi satu bungkus rokok tadi, karena program pemberdayaan perusahaan tersebut bukan termasuk faktor produksi dari produk yang dihasilkan oleh perusahaan; itulah yang disebut eksternalitas. Biaya-biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan yang tidak termasuk dalam faktor produksi,” bebernya.
Eksternalitas inilah yang dikenal dengan istilah CSR yang menjadi kewajiban perusahaan untuk memberdayakan lingkungan sosial perusahaan dengan program-program pemberdayaan dari perusahaan untuk masyarakat sekitar.
Apabila CSR ini diserahkan kepada lembaga dan atau forum untuk menghimpun, mengelola dan menyalurkan dana CSR tersebut kepada masyarakat, besar kemungkinan kepentingan lembaga dan atau forum yang lebih diutamakan. Atau kepentingan pribadi dan kelompok lembaga/forum CSR. Sehingga vested interest.
“Di Kalimantan Utara ini ada banyak perusahaan swasta yang bergerak di bidang tambang batu bara, tambang emas, kayu, chipmills, perkebunan sawit, drilling, cold storage ditambah lagi BUMN, sehingga potensi CSRnya sangatlah besar,” ungkapnya.
Menurutnya, apabila forum CSR yang terbentuk kegiatannya nol besar sehingga minim manfaat bagi masyarakat luas atau hanya dijadikan untuk kepentingan pribadi atau kelompok, maka dirinya sepakat untuk dibubarkan saja sebagaimana harapan Gubernur Kaltara.
“Ada baiknya Gubernur memerintahkan OPD terkait dalam hal ini ESDM sebagai leding sektornya untuk menyikapi permasalahan ini, sehingga CSR tepat sasaran, serta senergis dengan program pemberdayaan yang dicanangkan oleh Pemerintah Provinsi Kaltara,” urainya.
Apabila kepala dinas, masih dikatakan Sabirin, ditugaskan tidak serius dan atau vested interest juga, harus ada ketegasan dari Gubernur untuk mereposisi kadis tersebut.
Ia menerangkan tanggung jawab sosial atau CSR adalah suatu konsep bahwa organisasi, khususnya perusahaan adalah memiliki suatu tanggung jawab terhadap konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan. Seperti terhadap masalah-masalah yang berdampak pada lingkungan seperti polusi, limbah, keamanan produk dan tenaga kerja. (*/sur)