Mahar Politik Pilkada, Isu atau Fakta?

Suryani

GELOMBANG gejolak politik terasa makin nampak ramai menjelang penjaringan dan pendaftaran para calon Gubernur dan Wakil Gubernur serta Bupati dan Wakil Bupati di berbagai Kabupaten yang dilakukan oleh partai politik di Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) pada gelaran pilkada serentak tahun 2020, berbagai iklan, baliho serta pemberitaan di media sosial pun bermunculan.

Beragam percakapan politik pada setiap kalangan masyarakat pun ramai menghiasi, mulai dari barisan pendukung, pengamat, kalangan PNS sampai para petani dan pedagang kaki lima yang mengutarakan pendapat serta harapannya akan sosok pemimpin yang nantinya akan terpilih untuk memimpin daerahnya selama kurun waktu 5 (lima) tahun kedepan.

Namun demikian di tengah semaraknya kontestasi pilkada serentak ini, masih terdapat misteri yang menimbulkan pertanyaan bagi pengamat atau masyarakat awam yakni terkait dengan isu adanya pertukaran sejumlah uang dengan dukungan politik antara bakal calon peserta pemilihan kepala daerah dengan partai politik, atau istilah yang lebih dikenal yaitu adanya mahar politik pada proses pencalonan kepala daerah.

Selanjutnya muncullah pertanyaan tentang apa yang akan dilakukan Bawaslu ? sebagai lembaga pengawas yang memiliki kewenanganan dalam melakukan pengawasan Pemilu maupun pilkada, tentulah hal ini menjadi sebuah pekerjaan rumah besar yang dimiliki Bawaslu untuk mengungkap kebenaran yang ada pada tataran pelaksanaan, serta bagaimana tindakan hukum bagi pelaku. hal ini akan berbanding lurus guna menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap sebuah lembaga pengawas pemilu yang diharapkan dapat menciptakan sebuah kepastian hukum dalam pelaksanaan pengawasan pemilu maupun pilkada.

Sebelum kita membahas lebih jauh terkait dengan peran Bawaslu dalam penindakan terhadap praktek pemberian imbalan oleh calon kepada partai politik pada tahap pencalonan atau biasa dikenal dengan istilah mahar politik, maka terlebih dahulu harus kita ketahui ketentuan aturan larangan serta sanksi terhadap praktek tersebut.

Praktek pemberian imbalan oleh calon atau mahar politik diatur dalam ketentuan Pasal 47 ayat (1) Undang – Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang, dimana disebutkan “Partai Politik atau gabungan Partai Politik dilarang menerima imbalan dalam bentuk apapun pada proses pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota”.

Selanjutnya dalam ketentuan Pasal 47 ayat (4) disebutkan “Setiap orang atau lembaga dilarang memberi imbalan kepada Partai Politik atau gabungan Partai Politik dalam bentuk apapun dalam proses pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota”.

Berdasarkan ketentuan Pasal 47 ayat (1) dan ayat (4) diatas, maka sudah jelas bahwa pemberian imbalan dalam proses pencalonan kepala daerah tidak diperbolehkan. Bawaslu Kaltara berdasarkan ketentuan Pasal 28 Undang – Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang, memiliki kewenanganan untuk melakukan pengawasan setiap tahapan penyelenggaran salah satunya pencalonan, serta melakukan penindakan terhadap pelanggaran yang terjadi.

Namun pada realitas pelaksanaannya tidaklah sesederhana itu, karena baik partai politik maupun bakal calon yang meminta dukungan kepada partai politik tidak pernah terbuka terkait hal ini. Bakal calon kepala daerah biasanya baru mengungkap praktik mahar politik ini setelah yang bersangkutan gagal menjadi calon kepala daerah. Hal ini juga yang merupakan tugas berat serta tantangan Bawaslu kedepan, dimana seringkali terkendala pada tahap pembuktian serta tidak pernah ada yang secara terbuka melaporkan terkait hal ini.

Untuk itu perlu adanya penguatan regulasi yang mengatur terkait hal ini kedepan, artinya berapa dana yang diserahkan kepada partai politik harus dicatat dan dilaporkan secara terbuka apakah sudah sesuai dengan nominal batasan sumbangan kepada partai politik sebagaimana diatur dalam UU Partai Politik atau tidak.

Jika sejumlah uang yang diminta oleh partai politik sebagaimana seringkali disebutkan sebagai mahar politik adalah untuk keperluan biaya kampanye atau saksi, maka berapa jumlah dana yang diserahkan tersebut haruslah dicatat dalam pelaporan awal dana kampanye calon agar dapat dilakukan oleh pengawasan oleh Bawaslu, jika tidak dicatat maka langkah penindakan pelanggaran laporan dana kampanye dapat dilakukan oleh Bawaslu.

Adapun sanksi kepada partai politik yang melanggar ketentuan larangan Pasal 47 ayat (1) sebagaimana disebutkan diatas diatur dalam ketentuan Pasal 187B Undang – Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi UndangUndang dengan sanksi yaitu kepada anggota partai politik atau gabungan partai politik yang terbukti menerima imbalan dapat dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

Kemudian selanjutnya kepada setiap orang atau lembaga terbukti memberi imbalan pada proses pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota maka penetapan sebagai calon, pasangan calon terpilih, atau sebagai Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota atau Wakil Walikota dibatalkan.

Untuk itu salah satu hal yang harus dipahami bersama adalah pengawasan proses pengawasan penyelenggaraan tahapan pemilihan kepala daerah adalah juga merupakan tanggungjawab bersama setiap elemen masyarakat guna menciptakan pemilihan kepala daerah yang menghasilkan pemimpin yang berintegritas, jujur, dan adil, sehingga Bawaslu Provinsi Kalimantan Utara sangat mengharapkan dukungan serta peran serta masyarakat untuk dapat turut serta dalam membantu menyampaikan berbagai informasi dugaan pelanggaran yang ditemui dan disampaikan kepada kami melalui media – media pengaduan kami yang tersedia.

Karena dengan adanya dukungan serta peran serta masyarakat maka Bawaslu akan dapat melaksanakan tugas secara optimal, sebagaimana slogan Bawaslu yaitu “Bersama rakyat awasi Pemilu, bersama Bawaslu kita tegakkan keadilan Pemilu. (**)

Penulis: Suryani SE., M.Pd

Ketua Bawaslu Kaltara

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here