KAYANTARA.COM, NUNUKAN – Tahapan Pilkada Serentak 2020 saat ini tengah memasuki pemeriksaan kesehatan.
Termasuk di provinsi Kaltara sejumlah 16 bakal calon kepala daerah dari empat kabupaten dan satu pemilihan gubernur dan wakil gubernur kaltara.
Tes kesehatan tersebut dipusatkan di RSUD Tarakan mulai hari ini, Senin (7/9) hingga 11 September nanti.
Sembari proses itu berjalan, perang visi misi antar pasangan bakal calon baik dari kontestasn Pilkada Kaltara maupun Pilkada di empat kabupaten mulai memanas. Terutama yang berseleweran di media sosial.
Melihat kondisi tersebut, Pakar Kebijakan Publik Universitas Brawijaya Malang, M Barqa Prantama menilai sesuatu yang wajar dalam meraih simpatik warga.
Namun ia menyarankan sebaiknya bakal paslon menyajikan visi misi yang benar-benar bisa dijalankan dengan kondisi keuangan negara dan pemda yang sangat terbatas.
Ia menyatakan, kondisi anggaran di daerah saat ini sangat tidak mungkin pasangan calon di pilkada membuat visi misi yang sangat tidak mungkin dijalankan nantinya.
Seperti pos anggaran RP150 juta-Rp250 juta pertahun yang beredar luas di media sosial. Menurut M Barqa, visi misi ini masuk kategori omong kosong karena tidak mungkin bisa direalisasikan.
Kemudian, lanjut dia, anggaran hingga ratusan juta rupiah ini bisa tumpang tindih dengan bantuan lain dari pemerintah. Misalnya, dana desa dan bantuan dalam bentuk lainnya.
Jika ini dipaksakan dapat menimbulkan masalah baru di pemda sendiri. Sebab masalah penganggaran itu harus dituangkan dalam rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD).
Apalagi jika paslon ini pernah menjabat di pemerintahan seperti anggota DPRD atau petahana pasti sangat paham soal kondisi penganggaran dengan keterbatasan keuangan saat ini, jelas Dosen FISIP Unibraw Malang ini saat dihubungi melalui telepon selulernya.
Kemudian alasan lain yang menyebabkan visi misi dengan menjanjikan anggaran bagi RT tersebut, kondisi geografis Kabupaten Nunukan yang terpisah-pisah atau pulau-pulan dan RT -RT banyak yang berada di wilayah perbatasan negara.
Diyakini, jumlah populasi penduduk yang tidak sama sementara pos anggarannya sama rata. Nah, berbagai faktor yang menjadi kendala untuk menjalankan visi misi semacam ini dia optimis tidak efektif.
“Kalau paslon pilkada berasal dari petahana bisa saja sebagai lanjutan program kerjanya selama periode sebelumnya. Tapi itupun tidak mungkin dilakukan karena pastinya sudah tahu kondisi keuangannya,” ujar M Barqa.
“Kalau paslon ini merupakan penantang atau pendatang baru di pemerintahan, berarti hanya mau mempengaruhi pemilih semata. Meskipun dia tahu tidak mumgkin terealisasi,” beber dosen Unibraw dengan keilmuan administrasi publik.
M Barqa juga menanggapi paslon yang sekadar mempengaruhi publik dengan visi misi yang sulit dijalankan jika kelak terpilih. Sebaiknya, paslon tersebut membuat visi misi yang ril dan layak dibuktikan bagi masyarakat.
Mengenai rencana lain dengan mengambil pos anggaran dari organisasi perangkat daerah (OPD) itupun sangat sulit. Sehubungan dengan telah adanya patokan seperti anggaran pendidikan dan kesehatan.
Ia mengutarakan, anggaran yang diposkan sebesar 20 persen dari APBD masing-masing daerah itupun tidak mungkin diganggu gugat. Karena, anggaran 20 persen itu bukan hanya diperuntukkan bagi biaya operasional semata.
Tetapi didalam pos anggaran pendidikan tersebut termasuk gaji guru, biaya pembangunan gedung belajar dan lain-lainnya.
“Pos anggaran pendidikan sebesar 20 persen itu, kita harus pahami tidak semuanya untuk biaya operasional. Tapi didalamnya sudah termasuk gaji guru dan pembangunan fisik,” terang dia. Pada intinya, M Barqa menegaskan, visi misi dengan pos anggaran bagi RT yang berjumlah ratusan juta rupiah tidak efektif dan mengundang masalah baru. (man/sur)