KAYANTARA.COM, NUNUKAN – Bencana banjir tahunan di Kecamatan Sembakung kembali menjadi salah satu poin penting yang disampaikan Bupati Nunukan Hj. Asmin Laura Hafid dalam acara ramah tamah dan rapat koordinasi bersama
Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP), Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Kemenkopolhukam, dan Kemendagri yang digelar di Rumah Makan Leflin, Selasa (9/3/2021).
Menurut Bupati walaupun masyarakat Nunukan sudah merasa terbiasa dengan banjir kejadian tersebut, namun tidak elok rasanya sebagai pemerintah tidak memberikan solusi terhadap musibah yang terjadi setiap tahunnya.
Di hadapan Asisten Deputi Pengelolaan Negara Wilayah Laut dan Udara BNPP Siti Metrianda, S.STP., M.Si, Asdep Pengelolaan Lintas Batas Negara BNPP Murtono, S.STP, M.Si dan Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kemlu Judha Nugraha dan segenap rombongan dan undangan yang hadir, Bupati Laura menyampaikan bahwasannya pemerintah daerah selama ini berusaha membantu sebatas memberikan sembako disaat banjir melanda.
“Sementara banjir ini kita istilahkan banjir kiriman dari Malaysia. Beberapa waktu yang lalu sebenarnya kita selalu menyuarakan dalam Sosek Malindo dan sebagainya. Pertanyaan masyarakat di Sembakung sampai kapan kita akan seperti ini, disana ada ribuan masyarakat yang selalu terkena dampaknya tiap tahunnya,” ujar Bupati.
Menurut Bupati hal ini perlu segera ada solusi dan bantuan dari pemerintah pusat karena kewenangan Pemerintah Daerah sangat terbatas.
Bupati juga mengaku selama ini telah berupaya bersurat ke berbagai instansi secara berjenjang dan ditembuskan ke berbagai pihak.
“Saya kira sudah saatnya kita kumpul sama – sama ini mudah – mudahan ada titik jelas solusi dari pemerintah pusat terkait dengan persoalan banjir Sembakung ini,” harap Bupati.
Secara detail terkait dengan banjir Sembakung, Plt. Camat Lumbis, Pansiangan Lumbis, S.Sos dalam kesempatan sesi dialog menambahkan bahwa nama sungai Sembakung dalam dokumen Malaysia tidak diketemukan.
Dikarenakan nama sungai Sembakung berubah nama penyebutannya dalam dokumen Malaysia.
“Sampai di Labang nama sungai Sembakung berubah menjadi sungai Pansiangan. Sungai Pansiangan ini juga panjang ke arah Malaysia, sampai di Pangalungan dia berubah nama lagi menjadi sungai Logongon, sampai di Salung berubah nama lagi menjadi sungai Pampangon, nanti sampai di Sepulut berubah lagi menjadi sungai Panawan, dan sampai di Panawan mungkin kalau kita kenal Keningau Nabawan, sungai itu berasal dari sana,” jelas Pansiangan Lumbis.
Menurut Pansiangan Lumbis, banjir yang terjadi setiap tahun ini selain banjir air, juga disertai limbah dikarenakan perkembangan perkebunan begitu pesat di wilayah Malaysia.
“Mungkin di kesempatan yang baik ini saya memberikan masukan agar BNPP, Kementerian Luar Negeri, dan Kemenkopolhukam bisa mengangkat persoalan ini ke hubungan Bilateral, mengingat seperti sungai Mekong yang melalui lima negara, ternyata sungai itu ada kerjasamanya,” tambah dia.
Ke depan, pihaknya berharap kiranya pemerintah Indonesia dan Malaysia dapat menjalin komunikasi sehingga Nunukan (Indonesia) tidak menanggung sendiri akibatnya setiap tahunnya mengingat ada tiga kota besar di atas di wilayah Malaysia yakni Kota Sepulut, Nabawan dan Keningau.
“Saya kira hal ini penting, kepentingan Malaysia tentunya juga ada karena arah sungai di wilayah Malaysia juga panjang,” ujar Lumbis.
Menyarikan dari semua masukan tersebut, Asisten Deputi Pengelolaan Negara Wilayah Laut dan Udara BNPP Siti Metrianda, di akhir dialog ini merasa senang dan berterima kasih karena banyak masukan yang bisa didapatkan dalam kunjungannya di Kabupaten Nunukan kali ini untuk dapat disampaikan kepada pimpinan yang lebih tinggi. (hms)