Puasa Ramadan 1441 Hijriah: Peka, Dosa, Corona

Ilustrasi – Peka, dosa, korona. (wahdah.or.id) 

Wollohu aklam bissowab. Seandainya tidak diterima, betapa ruginya kita karena hanya fisik kita saja yang merasakan puasa alias hanya merasakan lapar dan dahaga.

Tentang rukun puasa (syaum) tentu kita sudah tahu semua. Tapi bagaimana sebenarnya puasa rokhani itu?

Ternyata hubungan kita dengan Allah SWT tidak terlepas dengan bagaimana hubungan kita dengan sesama manusia. Ada ikatan hablum minallah dan hablum minannas, yang hanya Allah SWT yang akan menilainya dan ini termasuk salah satu rahasia Allah SWT.

Dalam salah satu kisah disebutkan, – pernah saya tulis pada dua Ramadan lalu – ada seseorang yang melaksanakan puasa amat taat. Jangankan puasa Ramadan, tapi juga puasa-puasa sunnah lainnya.

Ia pun shalat malam seperti tak putus-putusnya, membaca Al Quran khatam berkali-kali, tidak lupa berzakat fitrah dan aktif dalam berbagai kegiatann agama lainnya.

Suatu saat datang malaikat membawa buku tebal berisi tentang amal kebaikan, namun nama orang tersebut tidak tercantum di dalamnya.

Ia berdebar karena takut membayangkan betapa panasnya api neraka.  Ia meminta si malaikat memeriksa ulang buku catatan, tapi tetap saja namanya tidak tercantum.

Setelah didesak, si malaikat memberi petunjuk. Namanya tidak tercatat sebagai orang baik, karena ia tidak pernah memperhatikan lingkungannya, tidak mengindahkan kehidupan para tetangga, tidak perduli dengan kesedihan dan kepedihan hidup saudara dan orang dekatnya. Ia tidak memiliki kepekaan sosial.  Ia tidak peka membaca orang yang lagi kelaparan.

Dalam kisah lain disebutkan, seorang kiayi masuk neraka sementara seorang pejudi masuk surge.

Masya Allah. Apa yang terjadi?

Ternyata si kiayi setiap melihat orang itu bermain judi, ia mengambil batu dan meletakkannya di depan rumah pejudi itu. Itu dilakukannya hampir tiap hari, sehingga batu menumpuk semakin tinggi.

Ia menunjukkan kesombongannya sebagai hamba Allah yang tampak luarnya amat alim. Ia tidak memahami apa yang menyebabkan orang lain itu bermain judi. Bentuk riya ini tidak disukain Allah Alla Wajalla, sehingga dikisahkan kiayi itu masuk neraka dan si pejudi masuk surga.

Guru-guru agama kita dahulu menceritakan tentang kisah seorang pelacur masuk surga hanya karena memberi minum seekor anjing yang sakit dan kelelahan di tepi jalan.

Subhanalloh, sirullah yang tetap sebagai rahasia hidup.  Ini juga sebagai simbol kekuasaann Allah SWT.  Tentu ini tidak akan terjadi bila saat ini ada seorang pelacur  mengurung anjing hingga kehausan, kemudian memberinya air. Jangan-jangan si pelacur akan menerima dosa dan siksaan “double” di neraka, akibat mengurung si anjing.

Ah, aku jadi takut sekali dan khawatir menjalani puasa Ramadan kali ini. Begitu banyak kesalahan dan keteledoran yang saya lakukan, entah disengaja atau tidak.  Apalagi di musim wabah Korona (C-19) yang melanda dunia dan tanah air.

Terasa ada aturan atau sistem dan irama hidup yang di luar kebiasaan.  Seumur-umur, baru kali ini tarawih di rumah, Jumatan ditiadakan,  shalat Iedul Fitri ditiadakan dan berbagai larangan pemerintah dan ulama, karena ulang si Korona itu.

Dalam suasana mengkarantina diri ini, tentu berbagai tindakan dan ucapan selalu kurang terjaga dan lepas begitu saja dari mulut.  Yang paling dikhawatirkan, adalah sifat riya dan kesombongan, yang selalu secara tidak sengaja melukai hati sahabat, tetangga bahkan anggota keluarga sendiri.

Semoga Allah SWT menjauhkan kita dari sifat sombong dan riya, yang dapat menghapuskan amal syaum kita di dalam buku tebal catatan malaikat itu.

Semoga kita semakin peka dan anti atas sifat-sikap yang dapat melukai hati manusia, sebagaimana pekanya kita melindungi diri dari sebaran virus Korona itu.

Wollohu aklam bissowab.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here