Bawaslu Tarakan Sebut Banyak Warga yang Punya Hak Pilih Belum Dicoklit

Konfrensi pers Bawaslu Tarakan terkait hasil pengawasan dan audit coklit yang dilakukan sejak 14 hingga 22 Agustus lalu. (Foto: Mansyur/Kayantara.com)

KAYANTARA.COM, TARAKAN – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kota Tarakan menilai tahapan pencocokan dan penelitian (coklit) yang dilakukan Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP) pada Pilkada Kaltara 2020 diduga belum maksimal.

Hal ini berdasarkan hasil pengawasan pelaksanaan coklit dan audit coklit yang dilakukan Bawaslu sejak tanggal 14 hingga 22 Agustus lalu.

Persoalan yang kerap ditemukan petugas Bawaslu di hampir seluruh kelurahan baik bersama PPDP maupun internal pengawas, diantaranya ada sejumlah warga yang memiliki hak pilih tidak tercantum di dalam data pemilih sementara.

Selain itu Bawaslu juga menemukan stiker yang tidak dibumbuhi tanda tangan PPDP, tidak ada daftar nama pemilih di dalam stiker. Sebaliknya, yang tak punya hak pilih justru masuk dalam list stiker tersebut.

“Di dalam peraturan pengawasan pemilu adalah dalam stiker itu harus tercantum nomor TPS (tempat pemungutan suara), jumlah pemilih, jumlah keluarga yang punya hak pilih,” sebut Anggota Bawaslu Tarakan, Dian Antarja dalam pres rilisnya, Selasa (1/9).

Secara keseluruhan jumlah warga Tarakan yang tak memenuhi syarat atau TMS dan belum dicoklit meski memiliki hak pilih selama coklit dan audit coklit oleh Bawaslu sebanyak 73 orang.

“Terkait berbagai macam temuan bersama PPDP maupun yang ditemukan langsung oleh pengawas langsung dieksekusi di lapangan. Kalau memang ada yang belum dicoklit maka harus dickolit ulang,” katanya.

Dia menuturkan dalam pengawasan coklit dan audit coklit yang dilakukan Bawaslu terbagi dua tahap. Pertama, mengawasi pelaksanaan coklit bersama PPDP sejak 15 Juli hingga 13 Agustus 2020.

Secara kapasitas, personel Bawaslu Tarakan tak sebanding dengan jumlah PPDP saat melakukan tugasnya di 20 kelurahan.  Dengan metode audit yang dilakukan Bawaslu pada audit coklit ini di setiap satu TPS untuk 10 rumah.  

“Kami hanya ada 20 petugas pengawas di setiap kelurahan. Sementara KPU ada 428 PPDP. Karena tidak seimbang kami melakukan secara random, dan membentuk grup bersama PPDP di setiap kelurahan,” jelasnya seraya mengatakan tujuan audit coklit untuk mengukur efektivitas kinerja PPDP.

“Hasilnya kami menemukan 73 kasus, dan sudah kami sampaikan by name by addres ke KPU untuk segera ditindaklanjuti,” tambah Dian.

Ia membeberkan salah satu kendala terbesar dalam pengawasan pemutakhiran data pemilih atau coklit adalah tidak mendapatkan form AKWK.

Form AKWK ini merupakan hasil sinkronisasi data DP4 dengan DPT hasil Pileg, Pilpres 2019 lalu. “Kalau kami misalnya mendapatkan itu (form AKWK) maka akan memudahkan kami juga, ini tantangan tersendiri buat kami. Artinya yang tadinya kami bisa memberikan masukan lebih cepat seperti pendekteksian dini KTP ganda,” bebernya.

Dalam pengawasan pemutakhiran data pemilih Bawaslu juga berkoordinasi dengan stakeholder terkait. Diantaranya Disdukcapil, Rumah Sakit, Lembaga Permasyarakatan atau Lapas dan lainnya. (sur)

Iklan



LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here